Mencari Demokrasi di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan

Mencari Demokrasi di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan

Editorial Siasat

DEMOKRASI menjadi isu publik yang paling laku diperdagangkan. Di tangan politisi, demokrasi lebih sering jadi pemanis bibir ketimbang diterapkan dalam aksi nyata. Nasibnya kurang lebih sama dengan agama: laku jadi 'dagangan' tapi semu dalam amalan.

Tengoklah bagaimana Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mempropagandakan demokrasi. Partai ini lihai menunjukkan citra demokrasi dengan cara yang lebih mirip disebut 'pembuktian terbalik': Membeberkan kebobrokan autokrasi Orde Baru seraya mempromosikan ideologi partai yang ramah demokrasi.

Cara seperti itu wajar-wajar saja bagi partai politik. Tapi, jangan keburu terpukau dengan kata demokrasi dalam nama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Kenyataannya, selama ini semua keputusan partai hanya tunduk pada keputusan Megawati Soekarnoputri. Tak terkecuali dalam menetapkan sosok calon presiden yang mereka usung untuk Pemilu 2024.

Meski banyak dibumbui pro-kontra dari internal PDIP soal elektabilitas Ganjar, keputusan Megawati bisa ditebak tak akan berseberangan dengan hasil lembaga survei. Dalam waktu yang berdekatan, Ganjar sempat dihadapkan pada ujian soal pro-kontra kedatangan Timnas Israel dalam Piala Dunia U-17 di Indonesia. Tanpa menunjukkan sikap ragu, ia tetap mengedepankan loyalitas kepada partainya.

Baca Juga: Wacana Koalisi Besar Muncul, Tidak Ada PDIP?

Betapa pun beratnya risiko yang diterima setelah pilihan itu, Ganjar berani mengambil langkah yang tak sejalan dengan keinginan Presiden Joko Widodo menggelar sepak bola dunia di Indonesia sebelum masa kekuasaannya berakhir. Pilihan Ganjar tentu tak akan berbeda dengan apa yang sudah digariskan Megawati.

Apa pun itu, semua harus melalui persetujuan Megawati. Ketika ia menyebut pencapresan partainya sebagai 'urusan gue' pada HUT ke-50 PDIP, kemudian bersambut pada pengumuman sosok Ganjar di Istana Batu Tulis, hal itu menegaskan dirinya berkuasa penuh atas keputusan partai. PDIP sampai saat ini masih konsisten melakukan metode Demokrasi Terpimpin.

Pada praktiknya, Demokrasi Terpimpin yang pernah dijalankan rezim Soekarno tidak ada bedanya dengan rezim Orde Baru: sama-sama otoriter. Di era rezim sekarang, wajah PDIP yang tampil lewat kepemimpinan Jokowi berhasil mempreteli satu persatu kelompok oposisi.

Koalisi besar yang didorong Jokowi hampir-hampir menutup ruang oposisi hingga hanya menyisakan dua partai saja. Padahal, demokrasi yang sehat selalu memerlukan oposisi yang kuat.

Baca Juga: Diusung PDIP Jadi Capres, Ganjar Pranowo: Saatnya Mengkonsolidasikan Kekuatan Untuk Bersatu

PDIP satu-satunya partai politik yang tak perlu berkoalisi dengan partai lain untuk mengusung calon presiden. Realita ini kian menunjukkan bahwa pemimpin Indonesia hanya ditentukan oleh satu orang atau segelintir elite politik, seperti Megawati dan keluarganya. Hal ini jelas menggambarkan adanya masalah demokrasi dalam Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

Demokrasi yang bermasalah tak berhenti di situ. Kelak jika Ganjar terpilih menjadi presiden, nasib demokrasi tak akan jauh-jauh dari apa yang dialami di era Jokowi. Kendati mengusung jargon berpihak pada wong cilik, serta mengajak para aktivis politik dan buruh ke dalam lingkaran kekuasaannya, toh ragam kebijakan yang dibuat Jokowi sering berseberangan dengan cita-cita reformasi tentang demokrasi, pemberantasan korupsi, perlindungan lingkungan, hingga peran civil society.

Sebagai bukti Jokowi turut menginisiasi pemberangusan Komisi Pemberantasan Korupsi. Ia pula yang mempelopori Undang-Undang Cipta Kerja yang berpihak kepada investor serta mengancam hak asasi manusia dan lingkungan. Tak dipungkiri, banyak kebijakan yang dikeluarkan Jokowi selama dua periode justru menyesuaikan dengan selera oligarki.

Sumber: