Skenario Fortifikasi Asia Pasifik: Amerika Serikat vs RRC

Skenario Fortifikasi Asia Pasifik: Amerika Serikat vs RRC

Di bidang Ekonomi, AS melakukan dua kebijakan yang ditujukan untuk memperlambat laju ekspansi ekonomi china. Secara domestik, AS memberlakukan kebijakan penerapan tarif terhadap produk China, membatasi hingga melarang gerak perusahaan China yang dianggap kritis terhadap keamanan AS, memaksa perusahaan-perusahaan China yang ada di pasar saham dan keuangan Amerika untuk lebih terbuka dan mengancam mereka untuk didepak dari bursa saham AS.

Termasuk juga melarang industri strategis AS untuk memasok teknologi kritikal kepada perusahaan-perusahaan China.

Tidak berhenti disitu, AS kemudian melancarkan kampanye internasionalnya dengan pertama-tama mengajak negara-negara Barat dan sekutunya di Asia untuk melancarkan kebijakan serupa.

Kampanye yang pada mulanya terlihat banyak di tentang oleh negara sekutu AS, setelah enam tahun terakhir, nampaknya sudah mulai membuahkan hasil.

Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Capai 5,03 Persen, Menko Airlangga : Negara Lain Belum Recover, Kita Sudah Duluan

Di negara-negara Uni Eropa, hanya tersisa Hungaria dan Italia saja yang terlihat tidak terlampau agresif dalam menjalankan kebijakan pengisolasian China ini.

Kampanye ekonomi ini nampaknya sudah mulai diperluas kepada negara-negara yang bukan merupakan sekutu tradisional AS. Indonesia sendiri akan mulai merasakan desakan-desakan ini secara bertahap.

Pelibatan Indonesia sendiri sebagai tamu di pertemuan G-7 di Jepang, merupakan indikator awal dari perluasan kampanye ini. Dilihat dari komunike akhirnya, Pertemuan G-7 itu sendiri merupakan pertemuan konsolidasi AS dan sekutu tradisionalnya dalam menghadapi kompetisi dengan China.

Di bidang pertahanan/militer pun demikian. Dan ini perlu menjadi perhatian tersendiri bagi ahli-ahli militer Indonesia. Tanpa disadari, sebetulnya Amerika Serikat dan sekutunya sedang dan sudah membangun garis pertahanan pasifiknya.

Amerika memiliki pengkalan militer yang kuat di semenanjung Korea, dan Okinawa Jepang. Jika di perhatikan dengan seksama, garis pertahanan pasifik AS itu terlihat mulai bersinambung dari Samudera Hindia, yang dimulai dari India (melalui QUAD) terus masuk ke Selat Malaka dengan menjadikan Singapura sebagai transit logistiknya, melintasi perairan internasional.

Baca Juga: Pemerintah Iran: AS Penjual Senjata Terbesar Dunia

Lalu bercabang di Laut China Selatan. Satu garis memanjang melintasi sisi luar Taiwan terus ke Okinawa dan melintas hingga Korea Selatan.

Satu garis lagi berbelok menuju Filipina, yang sejak pemerintah Marcos terbentuk, sudah menandatangani perjanjian yang mengizinkan 20 pulaunya untuk aktivitas militer AS. Garis ini terus bersambung melintasi Papua New Guinea yang juga baru saja menandatangani perjanjian pertahanan dengan AS. Garis ini kemudian berakhir di Australia.

Garis pertahanan ini berhadapan langsung dengan garis pertahanan yang diupayakan oleh China. Garis itu dimulai dari Pakistan yang membuka akses ke Samudera Hindia, dan juga Myanmar, yang menembus daratan China dan bersambung ke Pasifik melalui Laut China Selatan (LCS) terus hingga titik pangkalan militer China di pulau-pulau buatan di lepas pantai Filipina dan terus bersinambung hingga ke negara-negara pulau berdaulat di Samudera Pasifik.

Melihat itu semua, Indonesia persis berada dalam kepungan garis konflik ini. Nampaknya negara- negara ini memahami netralitas Indonesia sebagai pivotal
point dalam kompetisi mereka.

Sumber: