Seabrek PR KPU Rancang Regulasi Kampanye di Media Sosial

Seabrek PR KPU Rancang Regulasi Kampanye di Media Sosial

Baca Juga: Jokowi Tegaskan Misi Penyelamatan Philip di Papua Terus Dilakukan dengan Upaya Keras

Tanggung jawab individu simpatisan ataukah partai politik dan kandidat caleg serta capres-cawapres harus diatur dengan jelas.

Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengatakan bahwa masih banyak hal yang perlu diatur terkait kampanye di media sosial.

Salah satunya adalah bagaimana menjadikan kampanye di media sosial lebih demokratis dan akuntabel, terutama terkait akuntabilitas pendanaan dan penyebaran informasi yang salah di media sosial.

Titi menyatakan Peraturan KPU Nomor 33 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas PKPU Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilu telah mengatur kampanye di media sosial. Hanya saja, yang diatur hanya sebatas kepemilikan maksimal 10 akun untuk setiap jenis platform media sosial.

Titi menilai bahwa pembatasan jumlah akun tersebut tidak terlalu relevan untuk meningkatkan efektivitas dan kualitas kampanye. Pembatasan tersebut dianggap tidak urgen karena tujuan pendaftaran akun adalah sebagai sarana edukasi politik bagi pemilih untuk mengakses informasi resmi kandidat.

Baca Juga: Menakar Kandidat Cawapres Ganjar di Puncak Bulan Bung Karno

Ia berpendapat bahwa masalah sebenarnya adalah akun anonim yang banyak menyebarkan hoaks dan propaganda provokatif selama kampanye.

"Yang bermasalah akun-akun anonim atau mengaku tidak terasosiasi dengan peserta pemilu karena mereka banyak sebar hoaks, propaganda provokatif dalam proses kampanye,” kata Anggraini.

Selain itu, transparansi dan akuntabilitas dana kampanye juga perlu diperhatikan. Saat ini, pengeluaran dana kampanye tidak tercermin dalam laporan yang ada. Bahkan, aktor politik yang berstatus calon anggota legislatif sudah menggunakan iklan serupa kampanye di media sosial.

Selain belanja iklan, dana untuk membiayai buzzer dan penggunaan figur berpengaruh dalam kampanye juga tidak dilaporkan.

"Banyak sekali yang berperan sebagai pencipta opini alias buzzer atau influencer yang sebenarnya melakukan kerja-kerja kampanye tapi itu tidak dilaporkan aktivitasnya, baik di laporan dana kampanye atau struktur tim sukses peserta pemilu,” jelas Titi.

PKPU Nomor 23/2018 dan PKPU Nomor 33/2018 masih berhubungan dengan Pemilu 2019. Titi mendorong agar KPU segera mengeluarkan revisi atau regulasi baru yang lebih rinci mengenai kampanye di media sosial.

Definisi sosialisasi politik dan kampanye perlu diatur secara jelas dan tegas. Tanggung jawab platform media sosial juga perlu dijelaskan secara lebih jelas, namun tetap menjaga kebebasan berpendapat dan berekspresi.

Komisioner KPU, Idham Holik, menanggapi masalah tersebut dengan mengatakan bahwa regulasi KPU mengenai kampanye pemilu sedang dalam proses. Namun, dia tidak memberikan rincian lebih lanjut.

Sumber: