Sajak Polarisasi

Sajak Polarisasi

SIASAT.CO.ID - Stigma polarisasi terus menyeruak ke permukaan, walau tak pernah akurat namun tetap dipertahankan. Cebong, kadrun, antek asing, kampret dan sejenisnya adalah mahluk kata jadi-jadian, yang lahir dari sampah peradaban, anak kandung dari generasi yang buta akan sastra kehidupan.

Para pendusta terus difasilitasi mencabuli bahasa. Membajak kata, menindas makna. Sepanjang jalanan yang terlihat hanyalah limbah-limbah bersuara, berkerumun berebut mencemari udara.

Teriak-teriak hingga ber-urat bela negara, katanya, padahal tak mau bergerak tanpa nasi kotak. Ada pula yang tiba-tiba jadi juru sang pencipta, padahal tak lebih dari pecinta kamera dan mobil merah, lalu menanti undangan dari politisi kelas tinggi sampai kelas teri.

Baca Juga: Celoteh di Penghujung Subuh

Di sana ilmu tak berkembang, seniman pun tak dipandang. Kebugilan dianggap prestasi, tak mau malu adalah kunci. Bila sudah begini wajarlah tak ada lagi termenologi canggih atau kata-kata sastrawi yang menggetarkan nurani. Semuanya tenggelam dalam genangan bahasa transaksi.

Dan seperti biasa, di tengah-tengah kebecekan itu para penyair memilih jalan kontemplasi, menempuh "Tapa" di keheningan. Meski harus menghadapi amarah sang istri, tak peduli. Sebab kehidupan tanpa cobaan adalah penghinaan.

Sumber: