Tauhid Adalah Pembebasan

Selasa 28-03-2023,08:36 WIB
Reporter : Reza Al-Habsyi
Editor : Reza Al-Habsyi

Segera dapat dipahami, mengapa para raja-raja tersebut menolak ajaran tauhid yang dibawa oleh para nabi. Semata-mata hanya untuk merawat stabilitas kekuasaan dan ekonomi mereka. Karena apabila ajakan tauhid tersebut diterima, maka konsekuensinya ialah kerugian besar. Mereka akan kehilangan legitimasi kekuasaan yang pada akhirnya mempengaruhi pendapatan ekonomi yang sudah menjadi ladangnya sedemikian lama.

Baca Juga: Childfree Boleh dalam Islam

Tauhid Memuliakan Manusia

Dari sini, dapat disimpulkan bahwa ajaran tauhid secara inheren dipahami sebagai bentuk sikap menghargai dan menghormati diri sendiri. Ajaran ini menganjurkan untuk tidak tunduk kepada siapapun kecuali kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tauhid menolak segala bentuk eksploitasi, agar manusia terbebas dari belenggu ketundukan dan kepasrahan kepada selain Tuhan. Dengan demikian, manusia baru bisa dikatakan sebagai makhluk merdeka karena mampu berjalan secara independen.

Ada suatu kisah menarik ketika seorang syekh ditanya saat sehabis melakukan salat, “Wahai Syekh, mengapa kau seperti makhluk primitif ketika beribadah, dengan meletakkan wajahmu di atas tanah, di mana tempat itu selalu diinjak-injak oleh manusia?” Syekh itu menjawab, “Aku melakukan ini tidak pada setiap waktu, dan aku melakukan perbuatan ini hanya kepada Tuhan pencipta alam ini. Sedangkan di luar ini (salat), jangankan untuk sujud, menundukkan kepala saja, tak akan pernah kulakukan”.

Dari kisah tersebut terlihat secara jelas bahwa ajaran tauhid bersifat aktif dan progresif. Tak heran bila kita rela memposisikan diri serendah-rendahnya dengan bersujud di atas tanah demi meraih ridha Tuhan, tetapi selain kepada Tuhan, tidak akan pernah kita lakukan hal yang demikian.

Oleh karena itu, tauhid memaknai kebebasan tidak seperti memberi cek kosong tanpa nominal, tapi lebih mengedepankan arti kemerdekaan manusia yang substantif dan hakiki, bukan kebebasan ala Barat yang sebenarnya membawa kita tunduk kepada hawa nafsu dan gaya mainstream manusia. Inilah esensi ajaran tauhid yang didengungkan sejak lama oleh para nabi dan penerusnya.

Baca Juga: Seminar Horor di Kalibata

Eric Fromh, seorang pakar psikoanalisis modern berpendapat bahwa di setiap diri manusia mempunyai jiwa kultus dan kecenderungan mencintai terhadap sesuatu. Maka seandainya pun tidak ber-Tuhan, ia pasti akan menuhankan sesuatu selain Tuhan. Sebagaimana yang dikatakan Fromh, bahwa setiap manusia tak lepas dari sifat kultus, maka sikap yang paling logis ialah memilih untuk mengkultuskan sesuatu yang jelas-jelas lebih mulia dari diri kita sendiri. Jangan sampai keliru menempatkan sikap kultus kepada sesuatu yang sebenarnya tidak lebih mulia atau bahkan lebih rendah dari diri kita.

Tauhid adalah ideologi pembebasan dan cara sikap menghormati diri sendiri. Seperti apa yang ungkapkan Imam Ali bin Abi Thalib, “Jangan biarkan dirimu menjadi budak orang lain, karena Allah telah menjadikanmu manusia merdeka. Oleh karena itu, jangan jual dirimu demi mendapatkan sesuatu yang tidak abadi”.

Sangat disayangkan bila kita melihat Islam hanya sebatas ajaran langit yang sama sekali tidak menyentuh ke persoalan-persoalan sosial. Rasanya tidak mungkin, bila Islam diturunkan oleh Tuhan hanya semata-mata untuk menyembah-Nya tanpa ada tujuan-tujuan mulia lainnya. Islam adalah ideologi kaum tertindas dan rahmat bagi seluruh alam semesta.

Untuk itu, mari kita renungkan kata-kata Ali Syariati:

“Bagi Dia, Tauhid berarti Keesaan” (Oneness)

“Bagi kita, Tauhid berarti kesatuan” (Unity)

“Bagi Dia, Tauhid berarti penghambaan”

“Bagi kita, Tauhid berarti pembebasan”

Tags :
Kategori :

Terkait

Terpopuler