FIFA, Anti Israel, dan Labelisasi Kadrun

Minggu 02-04-2023,11:01 WIB
Reporter : Reza Al-Habsyi
Editor : Reza Al-Habsyi

SIASAT.CO.ID - Menjelang tahun pemilu, masyakarat Indonesia dihidangi polemik terkait keikutsertaan Timnas Israel di Piala Dunia U-20. Perang wacana dan narasi mengemuka memenuhi beranda media massa, manampilkan pro dan kontra. Kegaduhan ini berujung pada dicoretnya Indonesia oleh FIFA sebagai tuan rumah dalam perhelatan akbar tersebut.

Dicoretnya Indonesia, telah menimbulkan kemarahan publik dan rasa kecewa mendalam. Saling tuding pun tak terhindarkan di antara para politisi yang ikut andil di dalam meramaikan polemik tersebut. Tapi yang lebih penting dari semua itu ialah hancurnya polarisasi yang selama ini sudah mapan terbangun sebagai konsekuensi dari politik identitas.

PDIP yang semula dianggap sebagai partai moderat dalam pandangan politiknya, justru mengambil sikap yang tidak biasa, dengan menolak kehadiran Timnas Israel di Indonesia. Sekretaris Jendral PDIP, Hasto Kristiyanto, menyatakan dengan tegas bahwa penolakan partainya tersebut dilatari oleh semangat kemanusiaan.

Namun yang paling menuai kontroversi ialah pernyataan sikap Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Beliau yang selama ini digadang-gadang sebagai calon presiden potensial dari Partai PDIP, juga memiliki pandangan antagonistik terhadap Israel. Ganjar mengaku sikapnya tersebut semata-mata karena memegang teguh amanat Bung Karno yang menolak kelahiran negara Israel.

Baca Juga: Media Asing Soroti Polemik Penolakan Keikutsertaan Timnas Israel di Piala Dunia U 20

Sikap para politisi PDIP tersebut membuat kaget sebagian pihak, sekaligus merusak citra politik yang sudah dibangun sedemikian lama. Para buzzer yang secara kultural dikenal sebagai juru bicara partai penguasa, dan advokad tidak resmi dari Ganjar, kelimpungan. Pasalnya mereka sudah terlanjur membuat narasi yang cendrung afirmatif terhadap keikutsertaan Timnas Israel di Piala U-20.

Saat ini Ade Armando dan kawan-kawan sibuk melakukan klarifikasi, berupaya membersihkan nama Ganjar dari polemik ini, melindunginya dari serangan para netizen yang sudah telanjur termakan oleh hiruk pikuk polarisasi dan stigma politik identitas yang terus berkembang liar.

Di lain pihak, sosok Anies Baswedan dan Prabowo Subianto yang selama ini diidentikkan sebagai bapak politik identitas dan dekat dengan kelompok Islam kanan, justru tak memberikan komentar apapun. Stigma kadrun pun menjadi ambyar dan tak jelas. Calon yang dikadrunkan justru terlihat moderat, sementara calon yang disebut-sebut antitesa dari kadrun, mendadak dikadrunkan.

Hal ini menegaskan bahwa stigma-stigma yang berkembang terkait kadrun dan cebong, nasionalis dan Islamis, terbukti paradoks. Tak pelak fenomena ini akan mengubah konstelasi politik nasional, khususnya di pemilu 2024 nanti.

Baca Juga: Tegas, Ganjar Pranowo Tolak Kehadiran Timnas Israel di Ajang Piala Dunia U-20

Sebagaimana diketahui, labelisasi kadrun (kadal gurun) muncul pasca Pilpres 2019. Semula istilah kadrun digunakan untuk memberikan labelisasi kepada kelompok Islam yang dianggap radikal dan cendrung intoleran, atau kadang diasosiasikan kepada kelompok yang ingin mendirikan negara khilafah.

Namun seiring perkembangannya, justru diksi tersebut digunakan untuk menyerang siapa saja yang bersikap oposisi terhadap pemerintah, bahkan tidak jarang dijadikan alat 'menggebuk' secara verbal bagi setiap orang yang bersikap tidak sejalan dengan pemerintah.

Tak sampai di sana, bahkan kini stigmatisasi kadrun cendrung bernuansa Islamophobia. Menaruh sinisme yang kuat terhadap simbol-simbol yang diduga berkaitan erat dengan Islam. Nasionalisme yang di tangan orang-orang ini pun lebih bernafaskan fasistik karena gemar sekali mencuatkan narasi pribumi dan non pribumi, teriak-teriak NKRI harga mati, seakan selain mereka adalah pengacau yang memiliki niat makar terhadap negara.

Tak heran bila mereka selalu curiga dengan apa-apa yang berbau resisten. Yang ada di kamus mereka hanyalah kata "Toleransi dan NKRI harga mati". Apapun kondisinya, yang penting damai. Tampak indah memang tapi sayangnya tak selalu relevan. Kita tidak dapat membayangkan bila mental-mental seperti ini hidup di masa penjajahan, mungkin Indonesia tak akan pernah meraih kemerdekaan.

Baca Juga: Gawat! Israel Ancam akan Serang Iran Jika Tingkat Pengayaan Uranium Melebihi 60%

Tags :
Kategori :

Terkait

Terpopuler