Merenungkan Kopassus di HUT ke-71 dan Ide Separatisme Papua

Merenungkan Kopassus di HUT ke-71 dan Ide Separatisme Papua

Tercatat setidaknya ada 11 NGOs (Non Government Organizations) Amerika Serikat (AS), Inggris, dan LSM-LSM domestik kita sendiri di panggung The United Nations Council. NGOs dari AS yaitu Franciscans International, Geneva for Human Rights, VIVAT International, Commission of the Churches on International Affairs of the World Council, CIVICUS, Asian Forum for Human Rights and Development, International Coalition for Papua, Westpapua Netzwerk, Commission for Justice, Peace and Integrity of Creation of the Franciscans in Papua, Human Right Watch (HRW) dan Amnesty International dari Inggris, dengan data dari LSM-LSM domestik terutama KontraS dan TAPOL.

Mereka digerakkan oleh pemerintah Amerika Serikat melalui USAID (United States Agency for International Development), seperti yang biasa mereka lakukan untuk mengancam kita sejak negara Indonesia dalam periode revolusi fisik pasca proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Serangan-serangan hoaks terhadap Kopassus terbungkus oleh isu pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) di medan pertempuran fisik dengan sebaliknya, mengabaikan kenyataan terorisme KSTB terhadap rakyat dan orang-orang sipil yang tak berdosa (Innocent Persons).

Baca Juga: Bagaimana Nasib Pilot Susi Air yang Disandera KKB? Begini Kata TNI-Polri

Tujuan yang Ingin Dicapai

Tujuan politik pemerintah RI adalah berhentinya kehendak disintegrasi periferal OPM untuk melepaskan diri dari pangkuan NKRI, sehingga tujuan Kopassus adalah berhentinya perlawanan bersenjata pasukan gerilya Kelompok Separatis Teroris Papua (KSTP).

Keadaan Lingkungan

Perkembangan teknologi yang serba internet dan berkecerdasan buatan di zaman ini, menggiring setiap sengketa politik ke medan perang siber. Namun dalam catatan National Cyber Security Index (NCSI) keamanan siber Indonesia berada pada tingkat yang sangat rendah, yaitu peringkat ke-3 terendah di antara negara-negara G20. Kelemahan ini terbukti dengan ‘Skandal Bjorka’ pada tahun 2022 yang membocorkan semiliar lebih data SIM Cards, doxing sejumlah pejabat tinggi negara, dan tokoh nasional.

Pada titik lemah itu bergaung informasi tentang sejumlah purnawirawan yang bergabung dalam partai politik. Sebagai generasi penerus TNI yang setia kepada Sapta Marga dan Sumpah Prajurit, Kopassus berbeda dengan purnawirawan dalam parpol pada aspek disiplin dan kesetiaan. Para prajurit Kopassus harus tunduk, setia, hormat serta taat kepada atasannya dengan tidak membantah perintah atau putusan, sedangkan para purnawirawan tersebut harus setia kepada parpolnya masing-masing sampai mereka duduk dalam administrasi pemerintahan.

Karenanya, jika para purnawirawan mempengaruhi Kopassus sebagai prajurit baik individu maupun satuan ke ranah Parpolnya, maka pada suatu waktu yang kritis pengaruh tersebut dapat berubah tiba-tiba menjadi ancaman yang nyata terhadap Kopassus. Sebaliknya, Kopassus justru memerlukan dukungan para purnawirawan dalam memperluas jejaring (network) di masyarakat dan di media sosial, untuk membangun dan memperkuat ketahanannya di medan siber.

Subyek, Sasaran-Sasaran, dan Strategi

Kopassus bukan prajurit yang hebat tetapi prajurit yang terlatih, untuk merebut sasaran-sasarannya yang bernilai taktis dan strategis. Sasaran-sasaran taktis Kopassus adalah gerombolan bersenjata KSTB, sistem komunikasi, sistem logistik, Key Persons (para personel kunci), agen intelijen dan klandestin, obyek-obyek vital dan dokumen-dokumen penting mereka.

Semua sasaran personel yang jatuh ke tangan Kopassus dikehendaki dalam keadaan hidup, karena mayat tidak memperbesar hasil baik bagi Kopassus. Obyek vital dan dokumen yang hancur atau terbakar, juga tidak bermanfaat bagi Kopassus dalam merebut sasaran lebih lanjut yang strategis. Selain itu, keutuhan mereka juga sangat bermanfaat bagi Kopassus, dalam penyelenggaraan perang informasi di dunia siber.

Baca Juga: Kecolongan, Serangan Drone Menewaskan 1 Kontraktor dan Melukai 5 Tentara Amerika Serikat

Kekuatan informasi dapat menggalang rakyat untuk melaksanakan ‘pagar betis’ baik fisik maupun psikologis terhadap pasukan gerilya di hutan atau yang bersembunyi di kota dan kampung-kampung. Kekuatan rakyat yang tergalang merupakan dukungan bagi Kopassus untuk melakukan pendekatan lunak, cerdas, dan keras yang terintegrasi secara harmonis sesuai dengan sistem Hankamrata.

Dengan demikian, maka ada tiga syarat utama yang dipenuhi oleh Kopassus yang bertugas di Papua, yaitu mengenal rakyat, mengetahui musuh, dan menguasai medan pertempuran.

Keberhasilan pasukan yang terlatih sangat tergantung kepada kebijakan politik, untuk menetapkan suatu lokasi tertentu sebagai daerah operasi militer yang steril dari rakyat. Operasi pengungsian rakyat yang terencana, terorganisir, dan terawasi dengan cepat dan tepat, akan memperkecil kemungkinan terjadinya pelanggaran HAM. Di medan pertempuran, yang ada hanya Kopassus bersama rakyat yang berhadapan dengan KSTB, di bawah hukum pertempuran untuk: membunuh atau dibunuh.

Sumber: