Gelojoh Jokowi atas Kuasa

Gelojoh Jokowi atas Kuasa

Baca Juga: Tak Diundang dalam Pertemuan Partai Koalisi Bareng Jokowi, Nasdem: Kami Akan tetap Menghormati

Ini inheren dengan temuan kelompok studi psikolog the University of California Berkeley Dacher Joseph Keltner pada penelitian 1998. Studi itu dinamai The Cookie Monster Study atau pola kecenderungan seseorang menjadi rakus ketika mendapat amanah sebagai pemimpin.

Eksperimen dimulai ketika sejumlah orang dikumpulkan ke dalam sebuah laboratorium. Mereka terbagi atas tiga kelompok. Masing-masing kelompok dipilih secara acak seorang di antaranya untuk didaulat menjadi pemimpin. Responden lantas diminta menyelesaikan beberapa persoalan sederhana. Kemudian diiberi sepiring kue dan masing-masing peserta mengambil kue itu.

Faktanya, pemimpin kelompok memiliki kecenderungan mengambil kue yang lebih banyak. "Ketika Anda merasa kuat, Anda kehilangan kontak dengan orang lain," tulis Dacher Keltner. Juga ada kecenderungan seorang pemimpin menjadi egois dan bersikap kasar. Ini terjadi bukan karena orang jahat sedang menduduki kekuasaan, tapi justru kekuasaan yang mengubah orang baik menjadi bengis. Konklusi penelitian ini lantas menganjurkan agar penting bagi para pemimpin untuk selalu memiliki empati dan kesadaran diri.

Pada konteks Jokowi, barangkali bukan karena dia orang yang jahat sehingga dapat menjadi pemimpin. Justru karena publik semula melihat ia adalah orang baik, tulus, lugu, sekaligus sebagai moralis. Seorang tukang kayu yang tak punya privilese sosial sebagai elite politik. Bahkan dinilai sebagai representasi wong cilik yang diharapkan dapat memperjuangkan hak-hak kelompok minoritas yang terpinggirkan.

Baca Juga: Jokowi Disebut Bakal Jegal Kemenangan Anies, Guru Besar Hukum Tata Negara: Ini Ancaman Besar

Perlahan, kekuasaan pasti mengubah paradigma Jokowi tentang dirinya sendiri. Akibat kekuasaan, ia menikmati dipuja dan dielu-elukan rakyatnya. Boleh jadi—agak esktrem—ia mendaku sebagai pemimpin yang dikirim Tuhan untuk menyelematkan semesta. Sehingga apa saja bakal ia lakukan untuk mempertahankannya, dengan dalih kepentingan rakyat. Soal ini, hanya Jokowi dan Tuhannya yang mengetahui.

Publik hanya dapat membaca perbedaan gelagat Jokowi dalam kurun sewindu ini. Bekas Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana membuat analisis sekaligus kritik yang tajam terhadap perubahan perilaku Jokowi. Ia menilai kader PDIP itu menjadi rakus terhadap kekuasaan karena berupaya terus menjadi penguasa meski itu melanggar konstitusi. Ketika itu mustahil dicapai, Jokowi menghendaki penggantinya dapat melanjutkan program kerja dan mengamankan kepentingannya.

Guru Besar Hukum Tata Negara UGM, Denny Indrayana. (Foto: Instagram).

Karena alasan ini, Denny menyebut, Jokowi tak menghendaki Anies Baswedan maju sebagai calon presiden. Mengingat publik melihat Jokowi berseberangan semenjak Anies maju sebagai calon gubernur DKI Jakarta pada 2016 dan mengalahkan petahana Basuki Tjahaja Purnama. Bahkan Jokowi disebut bakal melakukan segala cara untuk menggagalkan Anies dapat diusung oleh Koalisi Perubahan yang digawangi Partai NasDem, Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Jika penilaian tersebut benar, tentu Jokowi sedang menjalankan pikiran Machiavelli untuk selalu haus terhadap kekuasaan. Juga memberi afirmasi atas penelitian Keltner atas kecenderungan seorang pemimpin menjadi rakus. Tentu hal ini bakal berbahaya mengingat Jokowi sedang berada di tampuk kekuasaan dan dapat menggunakan pelbagai alat negara untuk mewujudkannya. Padahal mestinya, tugas presiden harus memastikan pemilu dihelat secara adil dan transparan untuk menghasilkan pemimpin yang dikehendaki rakyat.

Sederhananya, kita dapat melihat perilaku Jokowi pada perjamuan terakhirnya sebagai seorang penguasa selama satu decade. Tentu dia bakal mengundang seluruh ketua umum partai politik untuk mengucapkan salam terima kasih karena sepuluh tahun sudah disokong. Realitanya, kita tak melihat itu dilakukan Jokowi. Ia meninggalkan Partai NasDem dengan alasan sudah berbeda sikap tentang arah politik Pemilu 2024.

Avit Hidayat

Jurnalis Desk Nasional Koran Tempo

Avit Hidayat. (Foto: @hidayatavit).

Sumber: