Sayyid Idrus Bin Salim Al-Jufrie: Guru yang Mempertemukan Kebhinekaan

Sayyid Idrus Bin Salim Al-Jufrie: Guru yang Mempertemukan Kebhinekaan

Sayyid Idrus Bin Salim Al-Jufrie atau Guru Tua.--Foto: Laduni

Oleh: Gufran A. Ibrahim (Ibrahim Gibra)

(Profesor Antropolinguistik Universitas Khairun Abnaul Khairaat)

Bukti keulamaan dan ketokohan Sayyid Idrus Bin Salim Al-Jufrie atau yang biasa dikenal dengan Guru Tua terlihat dari upayanya untuk menyatukan pribadi, komunitas, dan warga masyarakat Indonesia melalui usahanya dalam mencerdaskan warga.

Kita bisa melihat bukti sejarah mengenai murid-murid pertama Guru Tua yang berjumlah sekitar tujuh belas orang, berasal dari daerah-daerah sekitar Sulawesi Tengah. Mereka disebut sebagai 'generasi mula-mula Alkhairaat'.

Meskipun berasal dari daerah yang serupa secara kultural, murid-murid ini menerima semangat berjuang dalam menyebarkan Kebaikan (dengan K kapital) dari Guru Tua. Generasi mula-mula ini dibimbing menjadi guru yang berani dan ikhlas untuk menyebarkan pesan kebaikan ke berbagai wilayah di Sulawesi dan daerah-daerah lain di luar Sulawesi Tengah seperti Sulawesi Utara, Maluku (Utara), Kalimantan, dan wilayah lainnya.

Pengembangan Alkhairaat memiliki sejarah yang menarik. Guru Tua mengirim murid-muridnya ke pelosok kampung tanpa imbalan finansial yang besar, mungkin hanya diberi uang saku untuk perjalanan. Para murid, baik yang pertama maupun generasi berikutnya, berangkat ke daerah-daerah yang baru dan mungkin asing bagi mereka.

Guru Tua tidak hanya menyebarkan Islam, tetapi juga menciptakan ruang belajar multibudaya dengan model halaqah. Murid-murid dari berbagai kampung dan tradisi berbeda bertemu, berinteraksi, dan menjadi satu keluarga besar dalam Alkhairaat.

BACA JUGA:Ganjar Sowan ke Kediaman Habib Luthfi di Pekalongan

Di ruang belajar ini, para murid tidak hanya memperoleh pengetahuan dan keterampilan mengajar, tetapi juga mengenal orang lain dari latar budaya yang berbeda.

Setelah dianggap pandai dan cakap mengajar oleh Guru Tua, para murid ini dikirim ke berbagai kampung bahkan yang sangat jauh. Mereka pergi dengan keberanian dan ikhlas, tanpa mengharapkan gaji.

Meskipun di tempat tujuan mereka tidak memiliki saudara, para guru ini berhasil memperkenalkan Alkhairaat ke banyak kampung di bagian timur Indonesia. Dari generasi pertama yang disebut sebagai bākûratul khairāt, kemudian diikuti oleh generasi berikutnya, dalam beberapa dekade, lahirlah generasi abnāul khairāat atau anak-cucu Alkhairaat.

Di masa kemudian, dalam konteks keindonesiaan, inilah awal mula terbentuknya percakapan dan interaksi antara berbagai kelompok masyarakat yang sebelumnya tidak pernah bertemu. Meskipun terlihat biasa, namun hal ini memiliki makna penting dalam memperkenalkan kebhinekaan Indonesia, terutama di dalam masyarakat majemuk yang hidup terpisah dan jarang berjumpa.

Melalui model pendidikan halaqah, dimulai dengan para murid mula-mula sebagai bākûratul khairāt dan diikuti oleh para guru generasi berikutnya yang menjadi abnaul khairaat di berbagai pelosok kampung, Guru Tua berhasil mempertemukan orang-orang dari latar belakang genealogi dan budaya yang berbeda.

BACA JUGA:Ulama Perempuan NU Ini Jelaskan secara Fiqih Otoritas PBB bagi Umat Islam

Sumber: