Arti Sejarah dan Filosofi Pohon Sawo dalam Perjuangan Menentang Penjajah

Arti Sejarah dan Filosofi Pohon Sawo dalam Perjuangan Menentang Penjajah

Arti sejarah dan filosofi pohon sawo dalam menentang penjajah --Foto: istimewa

SIASAT.CO.ID - Pernahkah Anda memperhatikan bagaimana pohon sawo tumbuh di halaman masjid, pesantren, majelis taklim, dan rumah penduduk di pulau Jawa dan berbagai wilayah Indonesia?

Kehadiran pohon ini yang menghasilkan buah berwarna coklat yang manis memiliki makna yang dalam, tidak hanya sekadar ditanam, tetapi juga memiliki arti sejarah dan filosofi yang mendalam.

Makna ini dijelaskan oleh KH Sujadi, Mustasyar Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Pringsewu, Lampung, dalam sebuah pengajian yang diadakan di Halaman Masjid Miftahul Huda Pengaleman, Kresnomulyo, pada Ahad (13/8/2023) dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun Ke-78 Republik Indonesia.

Pada kesempatan tersebut, Pengasuh Pesantren Nurul Ummah Pagelaran ini menerangkan bahwa pohon sawo memiliki makna sejarah terkait Pangeran Diponegoro dan perjuangannya melawan penjajah Belanda.

Ketika Pangeran Diponegoro ditangkap oleh Belanda di Magelang pada 28 Maret 1830 dan dibawa ke Ungaran, Batavia (Jakarta), hingga Manado dan Makassar, ia menyampaikan pesan kepada sahabatnya. Pesan terakhirnya adalah agar para pejuang segera menanam pohon sawo.

BACA JUGA:Selain Indonesia, Ini 11 Negara Lain yang Merdeka di Bulan Agustus

Pohon sawo yang ditanam di depan pesantren dan masjid ini menjadi kode bagi para pejuang Diponegoro untuk tetap melawan penjajah Belanda. Tempat-tempat yang ditanami pohon sawo menjadi titik-titik perjuangan bagi pejuang.

"Sawo dalam bahasa Arab disebut sawwu. Kita sering mendengar imam mengucapkan kalimat 'suwwuu sufuufakum' saat memulai shalat yang berarti 'rapatkan barisan'," katanya di hadapan ribuan jamaah.

Dalam waktu singkat, pohon sawo telah ditanam di berbagai pesantren dan masjid, mulai dari Banten, Magelang, hingga Banyuwangi. Bahkan di Bali dan Lampung juga terdapat pusat perlawanan yang sama.

Dengan adanya kode ini, para pejuang memiliki tempat perlindungan yang lebih mudah karena dapat bersembunyi di pesantren yang memiliki pohon sawo.

"Sejarah ini mengajarkan kepada kita untuk tetap bersatu dalam mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jika dulu perjuangan bersifat fisik, sekarang kita berjuang melalui ilmu," kata Abah Sujadi.

BACA JUGA:Kisah Pilu Pedagang Pohon Pinang di Jakarta: Sepi Peminat Jelang HUT Ke-78 RI

Abah Sujadi juga mengingatkan bahwa masih ada pihak yang berusaha mengubah ideologi bangsa dengan ideologi yang eksklusif dan tidak mempersatukan dalam keragaman Indonesia. Indonesia, menurutnya, bukan Darul Islam (negara Islam), melainkan Darussalam (negara yang penuh kedamaian).

"Meskipun bukan negara berdasarkan agama, Indonesia sangat menghormati agama dengan memfasilitasi dan melindungi hak pemeluk agama dalam beribadah dan menjalankan keyakinan mereka," ungkapnya.

Sumber: