Pemuda Syiah Sampang: Menumpang di Sidoarjo, Melanglang di Jember

Pemuda Syiah Sampang: Menumpang di Sidoarjo, Melanglang di Jember

Haris mengatakan Gusdurian pernah membuat analisa terhadap kasus Syiah di Sampang. Mula-mula mereka melihat kasus ini adalah permainan politik tingkat kabupaten.

"Begitu ini pecah, itu malah justru dimodalin dan justru dibuat besar karena kepentingan pemilihan Gubernur (Jawa Timur)."

Selesai kepentingan Gubernur, Haris melanjutkan, kasus Syiah Sampang pun dilirik oleh 'pemain-pemain politik' di level nasional.

"Bahwa untuk memegang suara Madura, Syiah Sampang harus tetap menjadi korban," kata Haris.

Relasi konflik Syiah di Sampang terhadap politik bisa dilihat dari sisi kepentingan politikus yang hendak meraup suara mayoritas di Sampang. Suara kelompok Syiah terlalu minor bagi pemerintah dan DPR.

Haris bilang, "Siapapun calonnya, ketika berusaha untuk menyelesaikan konflik Sampang, menurut masyarakat Madura itu keberpihakan terhadap Syiah Sampang."

Tonggak kekuasaan di tanah Madura ada di tangan kiai. Demikian Haris berujar. Sebenarnya, sudah banyak inisiasi yang dilakukan untuk mendamaikan kelompok Sunni dan Syiah di Sampang. Ini dilakukan oleh pemerintah daerah di Jawa Timur melalui para kiai Madura. Namun, jalan menuju rekonsiliasi selalu berujung gagal karena kiai-kiai Madura tak menginginkan adanya perdamaian.

Tak dinyana, rupanya para kiai juga ikut menikmati politisasi konflik Sunni Syiah di Sampang. Ada fulus yang mereka kejar jika para politikus melenggang ke kursi eksekutif dan legislatif.

"Para kiai di Madura itu kan punya pondok. Yo akan disuplai kebutuhannya, akan disubsidi kebutuhan-kebutuhannya," kata Haris.

Sekalipun harapan untuk kembali ke kampung halaman belum ada kejelasan dari pemerintah, warga Syiah Sampang terus merawat harapan itu. Mereka berharap Pemprov Jatim dapat meyakinkan pemerintah Sampang dan beberapa ulama di sana agar komunitas Syiah dapat kembali tanpa syarat apapun. Berbeda seperti tuntutan pada 2020 lalu, Tajul Muluk dan sebagian pengikutnya dipaksa beralih ke mazhab Sunni agar diizinkan pulang ke Sampang.

Harapan warga Syiah Sampang adalah kembali pulang dengan aman tanpa ada perpecahan atau bahkan konflik. Mereka sudah memaafkan semua peristiwa yang terjadi asalkan tidak ada kekerasan lagi. Seperti yang diungkapkan Wildan, warga Syiah yang saat ini tersisa di Rusunawa Jemundo tak ada yang memendam kebencian atas perlakuan Nahdiyin di Sampang. Mereka hanya ingin merawat persaudaraan sesama muslim, tanpa ada diskriminasi di tengah perbedaan mazhab.

"Kita memaafkan, membuka lebar pintu maaf. Enggak ada rasa mau balas dendam. Meskipun beda-beda keyakinan agama, atau mazhab, saling menerima, rukun, dan saling bertoleransi. Tanpa harus menyakiti yang minoritas," kata Wildan.

Sumber: