Pemuda Syiah Sampang: Menumpang di Sidoarjo, Melanglang di Jember

Jumat 31-03-2023,11:12 WIB
Reporter : Rio Alfin
Editor : Reza Al-Habsyi

"Saat itu yang gerebek FPI. Tapi semua laskarnya itu datang dari Madura dan Lamongan. Ketika ada kasus Syiah Sampang, coba kita tarik benang merahnya, itu pelakunya sama," kata Haris.

'Blater' FPI ini kemudian dimanfaatkan oleh 'blater' ulama Madura untuk melibas warga Syiah di Sampang. Menurut Haris, ketidaksukaan pemuka agama di Sampang terhadap ritual keagamaan Syiah yang dibawa Tajul Muluk hanyalah bagian kecil. Kata Haris, seteru perbedaan fikih di kalangan ulama lokal ini hanyalah politik kelas teri yang tak mungkin menimbulkan konflik besar.

"Ini tidak murni soal mazhab, percaya sama saya," Haris coba meyakinkan saya.

"Jadi kekuasaan kiai di Sampang, itu dipolitisasi."

Di Madura, kata Haris, kekuasaan tertinggi ada di tangan kiai, bukan pada pemerintahan. Dari level kepala desa hingga bupati tunduk pada kekuasaan kiai. Ini yang membuat pemerintah daerah di Sampang tak berani melakukan langkah starategis menolong warga Syiah dan menindak kalangan Nahdiyin yang bertanggungjawab atas konflik di sana. Kekerasan memang sudah dikehendaki oleh para 'penguasa bersorban' di Sampang.

Jika ada unsur pemerintah yang mencoba berbeda pendapat dengan kiai, kata Haris, "Habislah. Kepala dinasnya bisa digeser."

Haris mengatakan Gusdurian pernah membuat analisa terhadap kasus Syiah di Sampang. Mula-mula mereka melihat kasus ini adalah permainan politik tingkat kabupaten.

"Begitu ini pecah, itu malah justru dimodalin dan justru dibuat besar karena kepentingan pemilihan Gubernur (Jawa Timur)."

Selesai kepentingan Gubernur, Haris melanjutkan, kasus Syiah Sampang pun dilirik oleh 'pemain-pemain politik' di level nasional.

"Bahwa untuk memegang suara Madura, Syiah Sampang harus tetap menjadi korban," kata Haris.

Relasi konflik Syiah di Sampang terhadap politik bisa dilihat dari sisi kepentingan politikus yang hendak meraup suara mayoritas di Sampang. Suara kelompok Syiah terlalu minor bagi pemerintah dan DPR.

Haris bilang, "Siapapun calonnya, ketika berusaha untuk menyelesaikan konflik Sampang, menurut masyarakat Madura itu keberpihakan terhadap Syiah Sampang."

Tonggak kekuasaan di tanah Madura ada di tangan kiai. Demikian Haris berujar. Sebenarnya, sudah banyak inisiasi yang dilakukan untuk mendamaikan kelompok Sunni dan Syiah di Sampang. Ini dilakukan oleh pemerintah daerah di Jawa Timur melalui para kiai Madura. Namun, jalan menuju rekonsiliasi selalu berujung gagal karena kiai-kiai Madura tak menginginkan adanya perdamaian.

Tak dinyana, rupanya para kiai juga ikut menikmati politisasi konflik Sunni Syiah di Sampang. Ada fulus yang mereka kejar jika para politikus melenggang ke kursi eksekutif dan legislatif.

"Para kiai di Madura itu kan punya pondok. Yo akan disuplai kebutuhannya, akan disubsidi kebutuhan-kebutuhannya," kata Haris.

Sekalipun harapan untuk kembali ke kampung halaman belum ada kejelasan dari pemerintah, warga Syiah Sampang terus merawat harapan itu. Mereka berharap Pemprov Jatim dapat meyakinkan pemerintah Sampang dan beberapa ulama di sana agar komunitas Syiah dapat kembali tanpa syarat apapun. Berbeda seperti tuntutan pada 2020 lalu, Tajul Muluk dan sebagian pengikutnya dipaksa beralih ke mazhab Sunni agar diizinkan pulang ke Sampang.

Kategori :

Terpopuler