Pemuda Syiah Sampang: Menumpang di Sidoarjo, Melanglang di Jember

Jumat 31-03-2023,11:12 WIB
Reporter : Rio Alfin
Editor : Reza Al-Habsyi

Ketiga mahasiswa itu memperoleh cerita pilu dari Ummi Kulsum, perempuan paruh baya yang mengungsi di rusunawa. Ummi bercerita bagaimana derita yang dialami komunitasnya selama menjadi muhajir. Pada tahun pertama mengungsi, Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) memberikan bantuan berupa beras yang dimasak oleh Tim Taruna Siaga Bencana (TAGANA). Kurang lebih selama satu tahun warga Syiah menerima bantuan nasi tersebut.

Namun, bantuan nasi ini terkadang abai terhadap anak-anak dan balita di mana makanan yang disediakan tidak sesuai dengan kebutuhan gizi mereka. Bahkan, terkadang kualitas makanan yang diberikan tidak layak. Akibatnya, kurang lebih selama tahun-tahun pertama mengungsi, warga Syiah berusaha memenuhi kebutuhannya sendiri. Ummi bilang, beras yang diberikan pemerintah daerah terkadang bau apek dan ada ulatnya.

Ia juga menceritakan tentang bagaimana pengalaman teman-temannya saat hamil dan melahirkan di rusunawa. Para ibu menurutnya lebih memilih melahirkan di dukun anak yang juga jemaah Syiah atau pergi ke bidan terdekat. Mereka enggan ke rumah sakit atau puskesmas. Jika pun ada yang melahirkan di rumah sakit, hal itu dikarenakan sulitnya proses kelahiran.

Menurut Ummi, ibu-ibu tak mau berobat atau melahirkan di rumah sakit karena merasa tidak dihargai sebagai warga negara akibat statusnya sebagai pengungsi.

“Setiap orang sakit tuh, kayaknya gimana mau ke rumah sakit…takutnya digituin. Kita kan manusia, kan punya perasaan juga," keluhnya.

Rohma, seorang perempuan yang pernah menjadi koordinator untuk membantu para pengungsi memperoleh fasilitas kesehatan menceritakan kesulitannya saat awal-awal mendampingi warga Syiah ke rumah sakit.

“Waktu itu kan ditanyain Jamkesmas, terus KK-nya, KTP-nya, akta kelahirannya dari pihak dokter. Saya menjelaskan kalau pengungsi Syiah ini tidak punya KK. Pertamanya itu saya rada kesulitan, saya dimarahin suruh ngurus.”

Selain susahnya memperoleh hak kesehatan, anak-anak di rusunawa juga kehilangan tempat dan teman bermain pasca konflik yang terjadi di Sampang. Mereka merasa tidak nyaman selama tinggal di pengungsian. Di rusunawa tidak ada terlihat fasilitas bermain bagi anak-anak, hanya terdapat halaman kosong yang luas.

Heri, 10 tahun, bercerita bahwa dia dan teman-temannya ingin bermain di sungai dan sawah. Mereka tak bisa bermain dengan bebas karena takut mengganggu penduduk yang menyewa rusunawa. Rupanya, anak kecil dari warga Syiah mendapat perlakuan yang kurang baik dari anak-anak di luar rusunawa.

"Suka mukul kalau pas lagi main bola… ya padahal saya nggak sengaja senggol, langsung dipukul," ucap Heri menceritakan pengalamannya.

Baca Juga: Tauhid Adalah Pembebasan

Di Jemundo, masih terdapat pembedaan perlakuan yang diterima para pengungsi Syiah. Artinya pasca diungsikan ke rusunawa, diskriminasi kepada warga Syiah Sampang masih berlanjut. Hal itu dapat dilihat dari pengalaman pengungsi saat peringatan hari-hari besar, seperti Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Mereka kerap diimbau agar tidak pulang dengan alasan keamanan. Pemprov Jatim bahkan menurunkan pihak kepolisian untuk berjaga-jaga di rusunawa.

Zakia, seorang pengungsi lain mengungkapkan pengalamannya saat pulang pada Hari Raya dan mendapatkan pengawalan dari polisi saat berada di Sampang. Belum ada dua jam, kata Zakia, sudah disuruh balik lagi ke rusunawa.

Selama tinggal di rusunawa, warga Syiah mengaku merasa lebih aman di banding saat mengungsi di GOR. Para pengungsi juga tidak menerima tindak kekerasan atau ancaman seperti saat berada di kampung halamannya. Mereka juga masih bisa melaksanakan ibadah sesuai dengan fikih Syiah.

Kendati keamanan dan kebebasan beribadah di rusunawa cukup terjamin, akan tetapi warga Syiah Sampang sempat mendapatkan kendala untuk melaksanakan kegiatan keagamaannya

Pengungsi lain bernama Nur Cholis, bercerita, “Kadang itu kami dipersulit untuk ngadain acara apa, mau pakai masjid sebelah tidak diperbolehkan… Kita mau ngadakan maulid bersama, kami dipersulit suruh izin sana sini, akhirnya tidak diberikan izin… Alasannya klasik, keamanan."

Kategori :

Terpopuler