Pemuda Syiah Sampang: Menumpang di Sidoarjo, Melanglang di Jember

Jumat 31-03-2023,11:12 WIB
Reporter : Rio Alfin
Editor : Reza Al-Habsyi

"Jikapun ada yang diselamatkan, itu hanya beberapa,” ucap Fitria, salah satu pengungsi yang juga istri Iklil Al-Milal, adik Tajul Muluk.

Pasca warga Syiah menyelamatkan diri ke SDN Karanggayam, mereka terdesak kembali sehingga harus dievakuasi ke Gedung Olahraga (GOR) Sampang. Pihak kepolisian dan Pemerintah Kabupaten Sampang berdalih evakuasi warga Syiah hanya sementara waktu demi memulihkan keadaan.

Hampir seluruh anggota komunitas Syiah Sampang tidak menyangka akan berada di sana hingga begitu lama. Semula mereka beranggapan bahwa setelah kondisi kampung aman dapat pulang kembali, namun kenyataannya mereka tetap tidak diizinkan pulang dengan alasan yang sama: demi keamanan. Akhirnya, dalam keadaan yang serba terbatas mereka bertahan di GOR kurang lebih selama sepuluh bulan.

Kehidupan mereka selama di GOR sungguh memprihatinkan. Di samping masih menghadapi teror dan ancaman dari kelompok anti-Syiah, sarana dan prasarana yang mereka dapatkan di area pengungsian masih terbatas dan jauh dari kata layak. Akibatnya, tidak sedikit dari mereka yang jatuh sakit dan mengalami gizi buruk.

Penderitaan yang dialami oleh warga Syiah selama di GOR masih belum cukup membuat kelompok Nahdiyin Sampang senang sebelum mereka meninggalkan tanah Madura. Iklil bercerita, tepat pada Kamis, 20 Juni 2013, datanglah peristiwa yang membuat komunitas Syiah terdesak dan membuat mereka dengan sangat terpaksa meninggalkan GOR.

“Alasan waktu itu untuk digunakan istigasah oleh ulama Se-Madura dan katanya jumlah pesertanya ribuan, sehingga yang cukup menampung peserta segitu cuma di GOR… Namun sejak awal saya sudah curiga, sebab sudah lama kami dipaksa untuk meninggalkan GOR,” kata Iklil.

Satu hari sebelum istigasah, Iklil dibawa oleh personel kepolisian ke Kantor Polres Sampang dengan alasan untuk dimintai keterangan. Namun setibanya di lokasi, sudah berkumpul Kepala Bakesbangpol Sampang, Kepala Dinas Sosial Sampang, dan sejumlah ulama representasi Badan Silaturrahmi Ulama Se-Madura (BASRA). Pertemuan Itu pada intinya meminta Iklil bersedia menandatangani persetujuan untuk direlokasi ke rusunawa. Tapi Iklil menolak. Ia menegaskan para pengungsi ingin kembali ke desanya, bukan diungsikan ke luar Sampang.

Penolakan Iklil tak digubris. Warga Syiah tetap harus direlokasi. Kelompok Kerja Aliansi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (POKJA AKBB) Jawa Timur yang terdiri dari berbagai organisasi bantuan hukum dan organisasi kemanusiaan, menyebutkan bahwa proses pemindahan warga Syiah Sampang dari GOR ke rusunawa dilakukan dengan paksaan dan tanpa persetujuan para korban.

Iklil bercerita, saat itu keadaan mereka terdesak, tak berdaya, dan dipaksa. Hal inilah yang membuat mereka akhirnya mau direlokasi ke rusunawa. Adapun kata Fitria, mereka dijanjikan seminggu untuk tinggal di rusunawa, namun ternyata bertahun-tahun.

Nur Cholis, salah satu pengungsi di rusunawa Jemundo, berkata, "Kami merasa dianaktirikan. Kalau kami diperlakukan sama di depan hukum, pasti kami saat ini tidak mungkin ada di sini, kami pasti sudah dipulangkan."

Derita di Rusunawa

Rabu, 28 Desember 2016, Romel Masykuri bersama dua temannya, Binaridha Kusuma Ningtyas dan Novita Maulida Ikmal mendatangi tempat pengungsian warga Syiah di Sidoarjo. Tiga mahasiswa Pascasarjana Universitas Airlangga itu hendak menilik kehidupan para interniran setelah tiga tahun lebih diasingkan secara paksa dari Sampang.

Langkah mereka terhenti di hadapan dua gedung yang menjulang tanpa plang nama. Sejauh mata memandang, terlihat dinding tembok bangunan yang sudah mengelupas dengan warna cat tembok biru yang mulai pudar. Bangunan yang lebih dikenal dengan nama Rusunawa Jemundo itu dikelilingi halaman yang cukup luas.


Rusunawa Puspa Agro di Desa Jemundo, Sidoarjo, Jawa Timur, tempat pengungsi Sampang tinggal selama hampir sebelas tahun usai diusir dari kampung halamannya.--Foto: BBC

Memasuki kawasan, aktivitas penghuni terlihat sepi. Terlihat sejumlah perempuan yang sedang mencuci baju dan seorang lelaki yang sedang membangun kandang ayam. Agak masuk ke dalam, beberapa sepeda motor terparkir rapi, di dekatnya terdapat ruangan perpustakaan yang kosong tanpa deretan buku.

Kondisi rusunawa itu tampak sepi, tidak banyak orang lalu lalang di sekitarnya. Bangunan yang terdiri dari lima lantai ini rupanya tidak semua dihuni oleh pengungsi, beberapa warga merupakan penyewa. Banyak genangan air di sana sini. Bau tak sedap menguar dari dalam pengungsian. Entah dari mana asal bau itu muncul.

Di lantai satu rusunawa mereka menjumpai beberapa kandang ayam yang sengaja diternak oleh para pengungsi sebagai tambahan penghasilan. Selain ternak ayam, ada banyak kelapa yang telah dibersihkan dan dijemur di sekitar halaman gedung. Para pengungsi kebanyakan bekerja sebagai pengupas kelapa selama di rusunawa. Warga Syiah mendapatkan pekerjaan tersebut berkat usahanya sendiri, bukan karena difasilitasi oleh pemerintah.

Kategori :

Terpopuler