Pemuda Syiah Sampang: Menumpang di Sidoarjo, Melanglang di Jember

Jumat 31-03-2023,11:12 WIB
Reporter : Rio Alfin
Editor : Reza Al-Habsyi

"Allaahu Akbar," ujarnya spontan. Tapi Nahdiyin masa bodoh dengan jeritan itu. Warga Syiah lain yang masih disibukkan dengan lemparan batu bergegas menolong Hamamah dan Thohir.

Baca Juga: Slot Keyakinan

Thohir mengalami luka berat di bagian punggung dan sekujur tubuhnya akibat sabetan pedang, celurit, dan lemparan batu. Untunglah nyawa lelaki 45 tahun itu masih terselamatkan, setidaknya hanya saat peristiwa sedang berlangsung.

Azhar, salah seorang pemuda Syiah lain yang ikut merasakan peristiwa di Karanggayam itu mengungkapkan, Hamamah adalah paman kandungnya. Ia menyaksikan bagaimana mendiang pamannya saat itu menjadi objek serbuan massa.

"Paman ana ini sudah meninggal.
Dibacok di bagian perut," katanya.

Nahdiyin yang baru saja mengambil peran Izrail itu tak peduli dengan jenazah Hamamah dan kondisi Thohir yang sudah sekarat. Mereka justru semakin beringas. Tanpa memberi kesempatan, ratusan massa beramai-ramai melempari rumah Tajul. Semua orang yang berada dalam rumah itu terkena lemparan batu.


Peristiwa penyerangan dan pembakaran rumah pengikut Syiah di Sampang, Madura sebelas tahun lalu.--(Foto: Getty Images).

"Batunya gede-gede. Sempat ada yang luka kena batunya. Sampai giginya patah dari pihak Syiah," kata Wildan.

Ibu Tajul Muluk, Ummah, 55 tahun, jatuh pingsan karena kepalanya terkena lemparan batu. Anak-anak menjerit, sebagian di antaranya pingsan. Selain Ummah, ada tiga orang lain yang mengalami luka serius akibat terkena lontaran batu. Mereka adalah Matsiri, 55 tahun; Abdul Wafi, 50 tahun; dan Thohir, 45 tahun.

Keluarga Tajul Muluk dan warga Syiah yang tempat tinggalnya sudah luluh lantak terpaksa harus menyerah. Hal terpenting bagi mereka saat itu adalah melindungi nyawa, tak melawan, mencegah Nahdiyin agar para Atid tak mendata dosa lebih banyak. Lagi pula, sumbu massa intoleran itu bisa saja terbakar sewaktu-waktu.

Beberapa di antara mereka bersepakat agar jemaah Syiah mengungsi sementara ke SD Karanggayam untuk mengobati keluarga yang luka-luka dan mengamankan jenazah Hamamah. Mereka harus berpeluh lagi karena dari rumah Tajul menuju SD Karanggayam memakan jarak beberapa ratus meter.

Salah seorang warga Syiah yang tak mau disebutkan namanya dan menyaksikan kejadian saat itu mengatakan, "Thohir sempat dievakuasi di sekolah dasar Karanggayam, namun nyawanya tidak bisa diselamatkan."

Kaum Nahdiyin yang baru saja mengotori tangan mereka dengan darah sempat membiarkan warga Syiah menyelamatkan diri. Tapi, itu bukanlah akhir dari ulah premanisme. Aksi selanjutnya para Nahdiyin membakar rumah Tajul hingga ludes.

Matahari mulai terik, massa Nahdiyin yang isi kepalanya sudah dibakar amarah itu masih belum puas menyulut api. Mereka pun bergerak membakar satu demi satu rumah warga Syiah. Waktu sudah memasuki zuhur, yang terdengar saat itu bukanlah kumandang azan, melainkan kertakan kayu-kayu rumah bermandikan api. Insiden berdarah di Karanggayam saat itu bak peristiwa pembantaian rombongan Husain bin Ali di Padang Karbala.

Kepanikan hebat mengguncang batin para jemaah Syiah. Tangis pilu berpadu napas yang terengah-engah terdengar di sana sini. Sebagian di antara mereka berlari ke arah kebun berbukit yang berada tak jauh dari perkampungan. Dari balik bukit itu, sejumlah mata menatap ke arah dusun yang sebagian lingkungannya sudah menjadi lautan api, membakar setiap kusen, melahap semua sisi bangunan, suara kayu berderak-derak, sampai akhirnya roboh menjadi arang.


Di sini sebelas tahun lalu pernah berdiri rumah dan pesantren Tajul Muluk. Kini yang tersisa hanya bangunan kecil yang dulu digunakan sebagai kamar mandi.--Foto: BBC Indonesia

Kategori :

Terpopuler