Pemuda Syiah Sampang: Menumpang di Sidoarjo, Melanglang di Jember

Jumat 31-03-2023,11:12 WIB
Reporter : Rio Alfin
Editor : Reza Al-Habsyi

"Massa itu udah kumpul duluan. Maksudnya udah ada yang mata-mata di situ, mau mengintai kaumnya Tajul Muluk ini udah pulang atau belum," ujar Wildan yang saat itu ikut bersama rombongan Syiah.

Pukul 09.30 WIB, sebanyak 20 orang lelaki dewasa dari warga Syiah membentengi rumah Tajul, bersiap melindungi perempuan dan anak-anak yang tinggal di rumah itu. Satu jam kemudian, Nahdiyin yang berjumlah lebih dari 500 orang mulai mengepung rumah Tajul.

Tak ada kesempatan dialog. Tak ada kepala dingin. Yang ada, ninja Nahdiyin tadi mendamprat warga Syiah dengan ujaran klise, "Syiah sesat". Akibatnya, perang mulut antara Nahdiyin dan warga Syiah tak terelakkan, yang kemudian berlanjut dengan saling lempar batu.

Karbala di Karanggayam

Duaaarrr…..

Satu batu seukuran kepalan tangan orang dewasa mendarat di genteng rumah Tajul Muluk. Warga Syiah yang kaget mendengar dentuman keras itu seketika panik dan segera bersiap melakukan serangan balik. Perempuan dan anak-anak dari balik dinding rumah berteriak histeris karena ketakutan melihat aksi perang batu para lelaki dewasa.

Situasi menggawat usai lemparan batu pertama. Wildan menyaksikan kaum lelaki dari warga Syiah mulai memungut batu untuk membalas jika ada lemparan susulan. Benar saja, para Nahdiyin kembali melontarkan batu ke arah rumah Tajul. Sesaat kemudian batu demi batu bermunculan di langit dan menyasar pekarangan rumah. Kaum lelaki dari kelompok Syiah tercerai berai menghindari timpukan batu.

"Orang-orang yang ada di tempat ustaz Tajul ikut ngelempar balik juga. Saling lempar-lemparan batu. Cuma massa yang sana (Nahdiyin) yang lempar duluan," kata Wildan.

Ia mengingat ada kalimat yang berulang-ulang kali terlontar dari mulut Nahdiyin, "Syiah sesat, bukan ajaran Islam."

Di tengah kondisi yang memanas, salah satu warga Syiah, Muhammad Khosim atau akrab disapa Hamamah, berupaya melerai dua kelompok yang bertikai. Sialnya, ia maju ke tengah-tengah massa Nahdiyin yang kondisi psikologisnya bak tentara Umar bin Sa'ad saat membantai pasukan Husain bin Ali–terbakar dan siap membunuh.

Nahas, maksud baik Hamamah justru memicu amarah Nahdiyin. Dari arah yang berbeda, enam orang lelaki dewasa dengan menggenggam celurit, pedang, dan pentungan mengeroyoknya. Apa daya, mau melawan tapi tak satupun senjata di tangannya.

Yang bisa dilakukan Hamamah hanyalah mengangkat tangan, pikirannya terpecah antara mau menangkis serangan atau memohon ampun. Diplomasi hanyalah upaya yang sia-sia saat itu. Tanpa disangka, sebilah celurit berayun dari tangan kanan seorang Nahdiyin berbusana ninja, sabetannya menimbulkan liang di perut Hamamah. Darah segar menyembur, ia pun roboh.

Dalam keadaan bersimbah darah, tubuh lelaki 50 tahun itu menggelepar.

"Yaa Husaiinn!," serunya.

Thohir, adik Hamamah, yang melihat kakaknya dibantai segera berlari menolongnya. Ia berusaha melindungi sang kakak yang saat itu lunglai tanpa perlawanan. Terlambat. Wajah sang kakak sudah pucat, perutnya terburai. Hamama meninggal seketika di lokasi.

Keberuntungan memang tak berpihak pada kakak beradik ini. Massa yang beringas justru beralih menyerang Thohir.

"DugghSretth…," lemparan batu mengenai punggung Thohir. Tubuhnya juga tergores sabetan celurit.

Kategori :

Terpopuler