Perjuangan Eksistensi Bahasa Sunda Banten

Perjuangan Eksistensi Bahasa Sunda Banten

Ilustrasi peta persebaran bahasa Sunda Jawa Barat dan Banten.--Foto: Wikipedia

SIASAT.CO.ID - Sering kali masyarakat Priangan menyematkan stigma kasar pada bahasa Sunda Banten, terutama di wilayah Tangerang, Lebak, dan Pandeglang.

Meski begitu, penduduk asli Banten harus membela keindahan bahasa ibunya, yang dianggap lebih egaliter dan tidak membeda-bedakan status sosial seperti bahasa Sunda Priangan.

Bahasa Sunda Banten, meskipun dianggap "kasar" oleh beberapa pihak, memberikan keplongan tersendiri. Tidak perlu khawatir tentang intonasi atau berusaha menahan suara agar dianggap sopan.

Di balik kritikan, bahasa ini membuktikan keberadaannya dengan tetap menghargai keindahan bahasa ibu.

Dalam konteks sejarah, bahasa Sunda Banten menunjukkan sifat egaliter dan kebebasan yang tidak dikenal dalam bahasa Sunda Priangan yang terpengaruh oleh feodalisme Kesultanan Mataram.

BACA JUGA:Membingkai Kesenjangan Kawasan Tangerang Antara Cisauk dan BSD

Meski begitu, tidak sedikit yang masih mempertahankan pandangan superioritas atas bahasa Sunda Banten, menunjukkan ketidakmengertian terhadap sejarah dan keberagaman bahasa di masyarakat Sunda.

Keunikan bahasa ini tidak lepas dari budaya dan sejarahnya yang menghindari stratifikasi bahasa, namun ironisnya, pengguna bahasa Sunda Banten kadang merasa minder, terutama ketika berhadapan dengan penutur bahasa Sunda Priangan. Persepsi "kasar" dan "tidak sopan" mungkin masih menjadi ancaman bagi eksistensi bahasa ini.

Ancaman terbesar bagi bahasa Sunda Banten datang dari dalam, yaitu rasa malu penduduknya sendiri untuk menggunakan bahasa ibu mereka. Tekanan sosial dari pendatang dan penduduk Banten yang merantau juga semakin memperkuat persepsi negatif terhadap bahasa ini.

Bahkan, bahaya kepunahan terasa nyata karena banyak orang tua memilih mengajarkan bahasa Indonesia dan mengabaikan bahasa Sunda Banten.

Dalam melihat perjuangan eksistensi bahasa Sunda Banten, kita dituntut untuk melestarikan dan memahaminya sebagai bagian tak terpisahkan dari kekayaan budaya Sunda.

BACA JUGA:Dinas Pertanian Banten Siap Sambut Musim Tanam 2023 Usai El Nino

Satire ini mencerminkan realitas pahit dan upaya untuk menghadapi perubahan yang terus menerus di tengah kompleksitas masyarakat Priangan dan Banten.

Sumber: