Pemuda Syiah Sampang: Menumpang di Sidoarjo, Melanglang di Jember

Pemuda Syiah Sampang: Menumpang di Sidoarjo, Melanglang di Jember

Thohir, adik Hamamah, yang melihat kakaknya dibantai segera berlari menolongnya. Ia berusaha melindungi sang kakak yang saat itu lunglai tanpa perlawanan. Terlambat. Wajah sang kakak sudah pucat, perutnya terburai. Hamama meninggal seketika di lokasi.

Keberuntungan memang tak berpihak pada kakak beradik ini. Massa yang beringas justru beralih menyerang Thohir.

"DugghSretth…," lemparan batu mengenai punggung Thohir. Tubuhnya juga tergores sabetan celurit.

"Allaahu Akbar," ujarnya spontan. Tapi Nahdiyin masa bodoh dengan jeritan itu. Warga Syiah lain yang masih disibukkan dengan lemparan batu bergegas menolong Hamamah dan Thohir.

Baca Juga: Slot Keyakinan

Thohir mengalami luka berat di bagian punggung dan sekujur tubuhnya akibat sabetan pedang, celurit, dan lemparan batu. Untunglah nyawa lelaki 45 tahun itu masih terselamatkan, setidaknya hanya saat peristiwa sedang berlangsung.

Azhar, salah seorang pemuda Syiah lain yang ikut merasakan peristiwa di Karanggayam itu mengungkapkan, Hamamah adalah paman kandungnya. Ia menyaksikan bagaimana mendiang pamannya saat itu menjadi objek serbuan massa.

"Paman ana ini sudah meninggal.
Dibacok di bagian perut," katanya.

Nahdiyin yang baru saja mengambil peran Izrail itu tak peduli dengan jenazah Hamamah dan kondisi Thohir yang sudah sekarat. Mereka justru semakin beringas. Tanpa memberi kesempatan, ratusan massa beramai-ramai melempari rumah Tajul. Semua orang yang berada dalam rumah itu terkena lemparan batu.


Peristiwa penyerangan dan pembakaran rumah pengikut Syiah di Sampang, Madura sebelas tahun lalu.--(Foto: Getty Images).

"Batunya gede-gede. Sempat ada yang luka kena batunya. Sampai giginya patah dari pihak Syiah," kata Wildan.

Ibu Tajul Muluk, Ummah, 55 tahun, jatuh pingsan karena kepalanya terkena lemparan batu. Anak-anak menjerit, sebagian di antaranya pingsan. Selain Ummah, ada tiga orang lain yang mengalami luka serius akibat terkena lontaran batu. Mereka adalah Matsiri, 55 tahun; Abdul Wafi, 50 tahun; dan Thohir, 45 tahun.

Keluarga Tajul Muluk dan warga Syiah yang tempat tinggalnya sudah luluh lantak terpaksa harus menyerah. Hal terpenting bagi mereka saat itu adalah melindungi nyawa, tak melawan, mencegah Nahdiyin agar para Atid tak mendata dosa lebih banyak. Lagi pula, sumbu massa intoleran itu bisa saja terbakar sewaktu-waktu.

Beberapa di antara mereka bersepakat agar jemaah Syiah mengungsi sementara ke SD Karanggayam untuk mengobati keluarga yang luka-luka dan mengamankan jenazah Hamamah. Mereka harus berpeluh lagi karena dari rumah Tajul menuju SD Karanggayam memakan jarak beberapa ratus meter.

Salah seorang warga Syiah yang tak mau disebutkan namanya dan menyaksikan kejadian saat itu mengatakan, "Thohir sempat dievakuasi di sekolah dasar Karanggayam, namun nyawanya tidak bisa diselamatkan."

Sumber: