Kementerian Koperasi dan UKM Siapkan Pendanaan Syariah Rp10 M untuk UMKM

Kementerian Koperasi dan UKM Siapkan Pendanaan Syariah Rp10 M untuk UMKM

Kemenkop UKM akan memberikan pendanaan Rp 400 miliar ke UMKM di Indonesia.--Foto: Kontan

SIASAT.CO.ID - Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) telah siap memberikan pendanaan syariah sebesar Rp10 miliar kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia.

Pendanaan ini disalurkan melalui program Entrepreneur Financial Fiesta (EFF) 2024 yang bertujuan untuk mempercepat pembiayaan bagi usaha mikro di Tanah Air.

"EFF 2024 hadir untuk memberikan dorongan baru bagi perkembangan UMKM di Indonesia. Kami berkomitmen untuk mendukung para wirausaha dengan akses pembiayaan yang lebih mudah dan pendampingan yang komprehensif," ujar Asisten Deputi Pembiayaan Wirausaha dan Pengelolaan Jabatan Fungsional Kewirausahaan KemenKopUKM, Edhi Kusdiyarwoko Dwikuncono, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (8/2/2024).

Edhi menjelaskan bahwa salah satu solusi yang ditawarkan dalam program EFF 2024 adalah keamanan pembiayaan (securities crowdfunding) yang akan dilakukan melalui platform online LBS Urun Dana.

LBS Urun Dana adalah platform securities crowdfunding berbasis syariah yang telah mendapatkan izin dan pengawasan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

BACA JUGA:BazarJakarta.id Tipu dan Rugikan Puluhan UMKM di Pekan Sinergi UKM Jakarta

Melalui program ini, para wirausaha di sektor UMKM dapat memperoleh pembiayaan syariah hingga Rp10 miliar untuk mengembangkan modal usaha mereka.

Selain menyediakan pembiayaan, program yang diinisiasi oleh Kemenkop UKM juga menyelenggarakan webinar dan kelas mentoring untuk meningkatkan kualitas UMKM di Indonesia agar dapat naik kelas.

Sebelumnya, pada Rabu (7/2), Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, menyatakan bahwa akses pembiayaan kredit bagi UMKM di Indonesia masih menjadi yang terendah di Asia.

"Di Asia, persentase akses pembiayaan kita baru sekitar 21 persen, sementara China dan Jepang sudah mencapai 60 persen, dan Korea bahkan di atas 80 persen," ujarnya.

Ia menganggap bahwa hal ini terjadi karena mekanisme pemberian kredit di Indonesia masih menggunakan sistem kolateral yang memerlukan jaminan atau agunan untuk mendapatkan persetujuan pendanaan.

Sumber: